Praktik Penegakan Hukum Tindak Pidana Perbankan Melanggar Prinsip Kehati-Hatian
DOI:
https://doi.org/10.31943/gw.v13i1.245Keywords:
Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Prinsip Kehati-hatianAbstract
Bank memiliki fungsi strategis dalam kancah perekonomian di setiap negara. Dalam fungsinya yang strategis ini sehingga perbankan selalu dihadapkan oleh regulasi dalam setiap langkah usahanya. Regulasi tersebut bukan saja pada bagaimana cara mendirikan atau izin mendirikan bank, namun pada setiap pos-pos neraca perbankan diatur sedemikian rupa agar bank berada dalam tingkat kesehatan yang terjaga guna memedomani prinsip–prinsip atau asas-asas perbankan. Salah satu prinsip perbankan yang menjadi perhatian serius para penegak hukum, adalah prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian secara faktual dapat kita lihat dalam penerapan analisis pemberian kredit secara mendalam dengan menggunakan prinsip the five principle C, yakni meliputi unsur character (watak), capital (permodalan), capacity (kemampuan nasabah), condition of economy (kondisi perekonomian), dan colleteral (agunan) 5. Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan khususnya dalam hal bank hendak menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Prinsip kehati-hatian pada hakikatnya juga memberikan perlindungan hukum bagi nasabah. Prinsip kehati-hatian sering diartikan sebagai suatu prinsip agar bank dalam menjalankan usahanya harus memerhatikan berbagai risiko, baik itu risiko administratif maupun risiko hukum. Arti kehati-hatian sangat luas untuk ditafsirkan, sehingga setiap pelanggaran terhadap risiko, dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian dalam kasus perbankan, sangat terbuka luas untuk diterapkan. Pelanggaran prinsip kehati-hatian menjadi uraian kalimat dakwaan yang lazim dilakukan bagi penuntut umum untuk menjerat para pengelola perbankan yang ceroboh. Cukup banyak para bankir pelanggar prinsip kehati-hatian dijerat sebagai tindak pidana. Untuk menerapkan terjadinya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam perkara pidana perbankan, biasanya Penuntut Umum mengkriminalisasinya dengan Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dua pasal sebagai dakwaan yang disusun secara alternatif bersumber dari penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diuji oleh hakim dalam kaitannya dengan pemberian kredit. Dakwaan Penuntut Umum selalu berujung karena pemberian kredit mengalami kemacetan sebagai akibat pemberian kredit nonprosedur, melanggar regulasi perbankan dan standard operational procedure (SOP). Menariknya dalam beberapa kasus perbankan, pemberian kredit yang dilakukan terdakwa dilakukan secara prosedur dan tidak ada rekayasa pembukuan. Sebab macet itulah sehingga terdakwa dihadapkan sebagai pelanggar prinsip kehati-hatian. Perlu ada produk regulasi perbankan yang secara khusus mengatur secara detail batasan-batasan sanksi apa saja yang disebut sebagai pelanggar administratif atau tindak pidana prinsip kehati-hatian. Sebab, jika tidak diatur secara jelas dan tegas akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kata Kunci: , Tindak Pidana, Prinsip Kehati-Hatian
Downloads
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Gema Wiralodra
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
The use of non-commercial articles will be governed by the Creative Commons Attribution license as currently approved at http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/. This license allows users to (1) Share (copy and redistribute the material in any medium) or format; (2) Adapt (remix, transform, and build upon the material), for any purpose, even commercially.